"SEJARAH SENI RUPA
INDONESIA
Jauh
sebelum dimulai perhitungan tahun masehi, dibeberapa tempat di daerah timur
sudah memperlihatkan suatu kebudayaan yang bermutu tinggi. Dan sangat
berpengaruh baik di timur maupun di daerah barat. Kesenian timur pada awal
perkembangannya berpusat di Mesir, Mesopotamia dan India (lembah sungai Indus).
Ketiga daerah ini menampilkan bentuk seni yang memiliki ciri khas masing –
masing sesuai dengan kepercayaan, pandangan hidup dan tradisinya.
Secara historis, seni rupa sangat
terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa
sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar
pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari
kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan
materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya.
Salah
satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah
dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan
dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni
di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini
memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat
daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.
Objek
yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan
objek-objek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk
dari objek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra
dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap objeknya.
Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa
besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh
pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan
dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam objek menjadi
berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya.
Pada satu titik, ada
orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak
menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai
mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa
tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat
daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam
kegiatannya dan terus
melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah
seniman-seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan
menggambar dan melukis mulai condong menjadi kegiatan seni.
Dalam
dunia seni, seni rupa terbukti berdaya guna dan bertepat guna sebagai salah
satu sarana kreatifitas dan sarana komunikasi. Dalam kaitan inilah seni rupa
prasejarah Indonesia harus dipelajari.
Judul makalah ini sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk
dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap
seni rupa prasejarah Indonesia.
A. Seni Rupa
Prasejarah
Zaman
prasejarah (Prehistory) adalah jaman sebelum ditemukan sumber – sumber atau
dokumen – dokumen tertulis mengenai kehidupan manusia. Latar belakang
kebudayaannya berasal dari kebudayaan Indonesia yang disebarkan oleh bangsa
Melayu Tua dan Melayu Muda. Agama asli pada waktu itu animisme dan dinamisme
yang melahirkan bentuk kesenian sebagai media upacara (bersifat simbolisme).
a. Seni Bangunan
Manusia
phaleolithikum belum meiliki tempat tinggal tetap, mereka hidup mengembara
(nomaden) dan berburu atau mengumpulkan makanan (food gathering). Tanda – tanda
adanya karya seni rupa dimulai dari jaman Mesolitik. Mereka sudah memiliki tempat tinggal
di goa – goa. Seperti goa yang ditemukan di di Sulawesi Selatan dan Irian Jaya yang dimana pada dinding goa-goa tersebut terdapat
berbagai macam gambar tentang kegiatan sehari ataupun cap tangan.
Juga berupa rumah – rumah panggung di tepi pantai, dengan bukti – bukti seperti
yang ditemukan di pantai Sumatera Timur berupa bukit – bukit kerang (Kjokkenmodinger)
sebagai sisa – sisa sampah dapur para nelayan
Kemudian
zaman Neolithik,
manusia sudah bisa bercocok tanah dan berternak (food producting) serta
bertempat tinggal tinggal di rumah – rumah kayu. Pada megalitik banyak
menghasilkan bangunan – bangunan dari batu yang berukuran besar untuk keperluan
upacara agama, seperti punden, dolmen, sarkofag, meja batu dll
b. Seni Patung
Seni
patung berkembang pada zaman Neolitik, berupa patung – patung nenek moyang dan
patung penolak bala, bergaya non realistis, terbuat dari kayu atau batu.
Kemudian pada masa megalithik banyak ditemukan patung – patung berukuran besar
bergaya statis monumental dan dinamis piktural.
c. Seni Lukis
Dari
zaman Mesolithik ditemukan lukisan – lukisan yang dibuat pada dinding gua
seperti lukisan goa di Sulawesi Selatan dan Pantai Selatan Irian Jaya. Tujuan
lukisan untuk keperluan magis dan ritual, seperti adegan perburuan binatang
lambang nenek moyang dan cap jari. Kemudian pada zaman neolithik dan megalithik,
lukisan diterapkan pada bangunan – bangunan dan benda – benda kerajinan sebagai
hiasan ornamentik (motif geometris atau motif perlambang).
Lukisan di dinding
Ceruk Ida Malangi, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara
d. Seni
Kriya
KRIYA SENI, KELAHIRAN DAN EKSISTENSINYA Ahmad
BahrudinAbstrak: Kriya atau sering disebut dengan kerajinan dan dalam bahasa
inggrisnya disebut dengan nama craft, pada mulanya diciptakan sesuai dengan
kebutuhan pada zamannya, yaitu sebegai pemenuhan kebutuhan religi/beribadah
pada lampau, dan kriya berkembang tidak lagi sebagai pemenuhan kebutuhan religi
tetapi sebagai pemenuhan kebutuhan pokok manusia, pada umunya memiliki fungsi
praktis/applied art pada masyarakat, maka kriya sekarang ini sudah mencerminkan
perubahan-perubahan dari masa lalu. Perubahan itu tidak lepas dari pengaruh
berbagai aspek dari waktu ke waktu seiring dengan kemajuan zaman yang sangat
cepat. Sehingga muncul dua istilah dalam kriya yaitu istilah seni kriya dan
istilah kriya seni, seni kriya bersifat pada pemenuhan kehidupan sehari-hari
dan memiliki fungsi praktis, sedangkan kriya seni muncul karena adanya
keinginan kriyawan untuk menambahkan ekspresi dalam karya kriyanya, sehingga
lahir karya-karya kriya yang lebih menekankan pada nilai.
B. Seni Rupa
Klasik
Pada
galibnya suatu zaman dalam sejarah kebudayaan sesuatu bangsa dinamakan Klasik
apabila mempunyai dua ciri:
1. Masyarakat
manusia dalam zaman itu telah menghasilkan tonggak-tonggak peradaban pertama
yang akan menjadi dasar perkembangan peradaban selanjutnya di masa yang lebih
kemudian, misalnya (mulai digunakan tulisan, sistem kalender, sistem kerajaan,
konsep kepahlawanan, mitologi dewa-dewa, dan lainnya lagi).
2.
Banyak kaidah, aturan,
konsep atau norma budaya yang berkembang dalam zaman tersebut terus saja
digunakan hingga masa sekarang, jadi di zaman sekarang seringkali masih mengacu
kaidah lama yang pernah berkembang sebelumnya di zaman awal kegemilangan
peradaban bangsa tersebut. Bagi bangsa Indonesia, zaman Klasik yang sesuai
dengan kedua syarat tersebut adalah masa
perkembangan agama Hindu-Buddha di Nusantara, oleh karena itu masa Hindu-Buddha
kemudian dinamakan zaman Klasik Indonesia.
Berdasarkan berbagai tinggalan arkeologisnya, zaman
klasik dibagi menjadi dua periode, yaitu (a) zaman Klasik Tua yang berkembang
antara abad ke-8—10 M, dan (b) zaman Klasik Muda berkembang antara abad
ke-11—15 M. Kedua zaman itu berkembang di berbagai wilayah Indonesia, termasuk
di Sumatera dan Bali, namun banyak bukti arkeologi dalam zaman Klasik Tua
didapatkan di wilayah Jawa bagian tengah, oleh karena itu terdapat kepustakaan
yang menyatakan agak keliru dengan sebutan “Zaman Jawa Tengah”. Adapun untuk zaman
Klasik Muda disebut juga secara keliru dengan “Zaman Jawa Timur”, berhubung
banyaknya temuan arkeologi dari abad ke-11—15 (sebenarnya baru mulai banyak
sejak abad ke-13) yang terdapat di wilayah Jawa bagian timur. Justru pembagian
zaman Klasik yang didasarkan kepada kronologi tersebut untuk memperluas cakupan
kajian, jadi tidak melulu bicara tentang tinggalan di Jawa bagian tengah atau
timur belaka (Munandar 1995: 108).
Masa
sejarah di Indonesia dimulai setelah ditemukannya bukti prasasti-prasasti awal
(bertarikh sekitar abad ke-4 M) ditemukan di wilayah Kutai, Kalimantan Timur
yang menyebut nama raja Mulawarmman dan Jawa bagian barat yang menyebutkan
Kerajaan Tarumanagara dengan rajanya Purnnawarmman. Prasasti-prasasti itu
menggunakan aksara Pallava dengan bahasa Sansekerta (Suleiman, 1974:
14—15); sedangkan nafas keagamaan yang
terkandung dalam prasasti-prasasti tersebut bercorak Veda kuno, masih belum
memuja Trimurti. Dalam masa sejarah itulah pengaruh kebudayaan India mulai
datang dan berkembang secara terbatas di beberapa tempat di Nusantara.
Dalam
masa selanjutnya pengaruh kebudayaan India awal yang menularkan ajaran
Veda-Brahmana tersebut agaknya tidak
diminati lagi oleh masyarakat. Dengan menghilangnya kerajaan Tarumanagara di
Jawa Barat tidak ada kerajaan lainnya yang meneruskan ritual Veda Kuno yang
didominasi oleh kaum Brahmana. Alih-alih kerajaan yang muncul kemudian di
wilayah Jawa bagian tengah dalam abad ke-8 M bernafaskan Hindu Trimurti.
Kerajaan itu adalah Mataram Kuno yang mengeluarkan Prasasti Canggal dalam tahun
732 M, dalam prasasti itu dinyatakan nama raja yang menitahkan penerbitan
prasasti, yaitu Sanjaya. Nafas keagamaan yang cukup kentara dalam prasasti
adalah Hindu-saiva, karena bait-baitnya banyak memuliakan Siva Mahadeva (Poerbatjaraka
1952: 53—55).
Bersamaan
dengan masuknya pengaruh Hindu-saiwa, dalam masa yang hampir bersamaan datang
pula pengaruh agama Buddha dari aliran Mahasanghika (Mahayana) ke tengah-tengah
masyarakat Jawa Kuno. Dengan demikian di Jawa bagian tengah antara abad ke-8—10
M berkembang 2 agama besar, yaitu Hindu-saiwa dan Buddha Mahayana yang beraasal
dari Tanah India. Dalam perkembangannya itu banyak dihasilkan berbagai bentuk
kesenian, seni yang masih bertahan hingga sekarang adalah bukti-bukti seni rupa
yang berupa arca dan relief serta dan kemajuan karya arsitektur bangunan suci.
Demikianlah risalah singkat ini memperbincangkan perihal zaman Klasik Tua yang
berkembang di wilayah Jawa bagian tengah, bukan di wilayah lainnya di
Indonesia. Bukti arkeologis yang akan dijadikan data, adalah penggambaran
relief dan arca-arca dewa, baik yang dikembangkan dalam lingkup kebudayaan
India, dan juga arca dan relief yang dihasilkan oleh kebudayaan Klasik Tua di
masa Jawa kuno di Jawa tengah.
Salah satu bagian relief dari
Candi Borobudur
Pada
patung Hindu-Budha, ragam hias yang paling umum digunakan adalah padma
teratai. Padmamelambangkan tempat duduk dewa tertinggi,
terbentuknya alam semesta, kelahiran Budha, kebenaran utama, tempat kekuatan
hayati dan suci bagi kaum Yogin), serta rasa kasih. Bentuk hias
yang lain adalh swastika (melambangkan daya dan keselarasan
agad raya), kalamakara (terdiri dari kala yang
melambangkan waktu, dan makaramalambangkan makhluk seperti buaya),
serta kinnara yang berwujud setengah manusia dan burung
(anggota dari kelompok dewa penghuni langit).
Pengaruh
zaman Hindu-Budha dalam bidang seni rupa sangat kental dalam bidang arsitektur,
khususnya arsitektur pada bangunan candi. Candi di Indonesia dibedakan menjadi
candi Hindu dan candi Budha.
a) Candi Hindu
Arsitektur
candi Hindu Indonesia memiliki gaya yang sama dengan India Selatan. Candi Syiwa
Lara Jonggrang di Jawa Tengah, misalnya. Candi tersebut melukiskan penafsiran
setempat yang terperinci mengenai tempat pemujaan agama Hindu yang menunjukkan
ciri Syiwaisme.
b) Candi Budha
Bangunan
candi Borobudur, tidak ada hubungan gaya dengan India. Borobudur terdiri atas
sepuluh tingkat konsentris. Enam tingkat paling bawah dirancang sebuah bidang
persegi, sementara empat tingkat di atasnya merupakan stupa utama berbentuk
lingkaran.
C.
Seni Rupa Islam
Seni rupa Islam adalah seni rupa yang berkembang pada
masa lahir hingga akhir masa keemasan Islam. Rentang ini bisa didefinisikan
meliputi Jazirah Arab, Afrika Utara, Timur Tengah, dan Eropa sejak mulai
munculnya Islam pada 571 M hingga mulai mundurnya kekuasaan Turki Ottoman.
Walaupun sebenarnya Islam dan keseniannya tersebar jauh lebih luas daripada itu
dan tetap bertahan hingga sekarang.
Seni rupa Islam adalah suatu bahasan yang khas dengan
prinsip seni rupa yang memiliki kekhususan jika dibandingkan dengan seni rupa
yang dikenal pada masa ini. Tetapi perannya sendiri cukup besar di dalam
perkembangan seni rupa modern. Antara lain dalam pemunculan unsur kontemporer
seperti abstraksi dan filsafat keindahan. Seni rupa Islam juga memunculkan
inspirasi pengolahan kaligrafi menjadi motif hias. Dekorasi di seni rupa Islam
lebih banyak untuk menutupi sifat asli medium arsitektur daripada yang banyak
ditemukan pada masa ini, perabotan. Dekorasi ini dikenal dengan istilah
arabesque.
Pengaruh Islam terhadap seni Indonesia merupakan hasil
perdagangan yang dimulai sejak abd ke-11. Para pedagang dari Gujarat, India,
membangun permukiman di sepanjang Pantai Timur Sumatra dan Aceh. Selanjutnya
pusat-pusat kebudayaan Islam dibangun secara bertahap di Demak dan Jepara.
Pengaruh kebudayaan Islam terhadap seni rupa antara
lain sebagai berikut.
a) Pahatan
Kubur dan Masjid
Beberapa makam islam paling tua menggunakan nisan
bergaya Islam. Batu nisan gaya Gujarat ditemukan di Samudera Pasai (Aceh Utara)
dan Gresik. Arsitektur masjid Indonesia pun berbeda dengan yang ditemukan di
negara Islam lainnya. Masjid lama dibangun dengan mengikuti prinsip dasar
bangunan kayu, dan disertai dengan pembangunan pendapa di bagian depan.
Selain itu juga memiliki atap tumpang yang memberikan
ventilasi, dan disangga oleh deretan tiang kayu. Masjid-masjid tersebut
terdapat di Cirebon, Banten, Demak, dan Kudus. Bagian dalamnya dihiasi pola
bunga, satwa, dan bangun berulang. Letak piring-piring China, Vietnam, dan
Thailand digunakanuntuk menyamakan lantai berwarna yang ditemukan di masjid
Timur Tengah dan Moghul, India.
b) Kaligrafi
Kaligrafi Islam, khususnya kaligrafi Arab, merupakan
unsur penting dalam seni hias Islam. Begitu pula dengan seni kaligrafi
Indonesia, sebagian besar mendapat pengaruh dari seni kaligrafi Arab.
Benda-benda upacara yang ada di istana-istana, seperti belati, tombak, pedang,
dan panji-panji sering dihiasi kaligrafi. Selain itu, hiasan kaligrafi juga nampak
pada lukisan kaca dan ukiran kayu pada dinding istana. Tokoh wayang juga ada
yang dihiasi oleh ragam hias kaligrafi untuk menyamarkan bentuk manusianya.
D.
Seni Rupa Modern
Seni Rupa Modern adalah suatu karya seni rupa yang
merupakan hasil kreativitas untuk menciptakan karya yang baru atau dengan kata
lain karya seni rupa pembaruan. Kreativitas dalam seni rupa di dalamnya
terdapat estetika, karakter, inovasi, dan originalitas.
Peirode Perintis (1826-1880), perkembangannya diawali oleh pelukis Raden
Saleh. Berkat pengalamannya belajar menggambar dan melukis di luar negeri
seperti di Belanda, Jerman, Perancis, beliau dapat merintis kemunculan seni
rupa Modern di Indonesia. Corak lukisannya beraliran Romantis dan Naturalis.
Aliran Romantisnya menampilkan karya-karya yang berceritera dahsyat, penuh
kegetiran seperti tentang perkelahian dengan binatang buas. Gaya Naturalisnya
sangat jelas nampak dalam melukis potret.
Merapi” karya Raden Saleh
Peiode Indonesia Jelita, masa ini merupakan kelanjutan
dari masa perintisan setelah pakum beberapa saat karena meninggalnya Raden
Saleh. Kemudian munculah seniman Abdullah Surio Subroto dan diikuti oleh
anak-anaknya, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah dan Trijoto Abdullah.
Pelukis-pelukis Indonesia yang lain seperti Pirngadi, Henk Ngantung, Suyono,
Suharyo, Wakidi, dll.
Masa ini disebut dengan masa Indonesia Jelita karena
pelukisnya melukiskan tentang kemolekan/keindahan obyek alam. Pelukis hanya
mengandalkan teknik dan bahan saja. Karya Abdullah SR. (Pemandangan di sekitar
Gn. Merapi, Pemandangan di Jawa Tengah, Dataran Tinggi di Bandung), karya
Pirngadi (Pelabuhan Ratu), karya Basuki Abdullah (Telanjang, Pemandangan, Gadis
sederhana, Pantai Flores, Gadis Bali, dll.)
Periode Persagi, pada masa ini di Indonesia sedang
terjadi pergolakan. Bangsa Indonesia berjuang untuk mendapatkan hak yang
sejajar dengan bangsa-bangsa lain, terutama hak untuk merdeka dari penjajahan
asing. Pergolakan di segala bidang pun terjadi, seperti dalam bidang kesenian
yang berusaha mencari ciri khas Indonesia. Pelopor masa ini yang dikenal
memilki semangat tinggi adalah S. Sdjojono, ia tidak puas dengan kehidupan seni
rupa Jelita yang serba indah, karena dianggap bertolak belakang dengan kejadian
yang melanda bangsa Indonesia.
Sebagai langkah perjuangannya maka S. Sudjojono dan
Agus Jayasuminta bersama kawan-kawannya mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli
Gambar Indonesia). Persagi bertujuan untuk mengembangkan seni lukis di
Indonesia dengan mencari corak Indonesia asli. Konsep persagi itu sendiri
adalah semangat dan keberanian, bukan sekedar kecakapan melukis melainkan
melukis dengan tumpahan jiwa. Karya-karya S. Sudjojono (Di depan kelambu
terbuka, Cap Go Meh, Jongkatan, Bunga kamboja), karya Agus Jayasuminta (Barata
Yudha, Arjuna wiwaha, Dalam Taman Nirwana), karya Otto Jaya (Penggodaan, Wanita
impian).
Peiode Pendudukan Jepang, kegiatan melukis pada masa
ini dilakukan dalam kelompok Keimin Bunka Shidoso. Tujuannya adalah untuk
propaganda pembentukan kekaisaran Asia Timur Raya. Kelompok ini didirikan oleh
tentara Dai Nippon dan diawasi oleh seniman Indonesia, Agus Jayasuminta, Otto
Jaya, Subanto, Trubus, Henk Ngantung, dll. Untuk kelompok asli Indonesia
berdiri kelompok PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat), tokoh-tokoh yang mendirikan
kelompok ini adalah tokoh empat serangkai yaitu Ir. Sukarno, Moh. Hatta, KH.
Dewantara dan KH. Mas Mansyur.
Khusus yang menangani bidang seni lukis adalah S.
Sudjojono dan Affandi. Pelukis yang ikut bergabung dalam Putra diantaranya
Hendra Gunawan, Sudarso, Barli, Wahdi, dll. Pada masa ini para seniman memiliki
kesempatan untuk berpameran, seperti pameran karya dari Basuki Abdullah,
Affandi, Nyoman Ngedon, Hendra Gunawan, Henk Ngantung, Otto Jaya, dll.
Periode Akademi (1950), Pengembangan seni rupa melalui
pendidikan formal. Lembaga Pendidikan yang bernama ASRI yang berdiri tahun 1948
kemudiaan secara formal tahun 1950 Lembaga tersebut mulai membuat
rumusan-rumusan untuk mencetak seniman-seniman dan calon guru gambar. Pada
tahun 1959 di Bandung dibuka jurusan Seni Rupa ITB, kemudian dibuka jurusan
seni rupa disemua IKIP diseluruh Indonesia.
Periode Seni Rupa Baru, pada sekitar tahun 1974 muncul
kelompok baru dalam seni lukis. Kelompok ini menampilkan corak baru dalam seni
lukis Indonesia yang membebaskan diri dari batasan-batasan seni rupa yang telah
ada. Konsep kelompok ini adalah: (1) Tidak membedakan disiplin seni; (2)
Menghilangkan sikap seseorang dalam mengkhususkan penciptaan seni; (3)
Mendambakan kreatifitas baru; (4) Membebaskan diri dari batasan-batasan yang
sudah mapan; (5) Bersifat eksperimental.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar